Rezeki kita sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh. Mau
diambil lewat jalan halal ataukah haram, dapatnya segitu juga. Yang beda rasa
berkahnya. Jodoh kita juga sudah tertulis Allah di Lauhul Mahfuzh. Mau diambil
lewat jalan halal ataukah haram, dapatnya itu juga. Yang beda rasa berkahnya.
Keduanya bukan tetang apa, berapa atau siapa; tapi bagaimana Allah
memberikannya; diulurkan lembut dan mesra atau dilempar penuh murka? Maka
layaklah diri dihadapan-Nya untuk dianugerahi rezeki dan jodoh dalam serah
terima paling sakral; mesra, penuh cinta, berkah dan makna.
Rezeki dan jodoh di tangan Allah. Itulah keyakinan yang saya yakini untuk menikuti pernikahan Mubarak 16 Juni 2013 setahun yang lalu di pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapapn Kalimantan Timur. Tampa mengenal calon mempelai sebelumnya sama-sekali, dari mana, namanya siapa, tidak ada gambaran sedikitpun semuanya aku diserahkan kepada panitia dan tawakal merupakan penyerahan secara total akan menjadi jaminal yang kekal.
Menikah disini ialah menikah perjuangan, perserta yang mengikuti dikarantina selama 1 bulan untuk dibekali kesiapan dalam mengarugi mahligai rumah tangga, seperti adab pasutri, menbimbing dan mendidik anak dan istri. Namun bukan itu saja kami juga harus bekerja membersikan empag selama 2 minggu, kerja bangunan, merapikan kampus dan yang paling berkesan adalah 1 minngu sebelum hari H mengali kubur kebetulan ada waga kampus yang meningggal dan kami diharuskan mempersipapkan pemakaman.
Ikhtiyar dan doa, mengiba mendekatkan keduanya. Karena setiap orang memiliki jodohnya. Jika takdir dunia tak menyatukan atau malah mendekatkan pada yang tak sejalan; surga kelak mempertemukan. Karena wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
Kenapa sih orang selalu takut untuk mengambil keputusan? Padahal tidak pernah ada sesuatu yang pasti di dunia ini. Artinya, keputusan apapun yang di ambil resikonya relatif sama, artinya sama-sama nggak pasti juga. Yang pasti itu cuma satu, kita pasti mati, itupun nggak jelas kapan waktunya.
Dalam mengabil keputusan ini orang tua kamilah
yang meridhoi atas keputusan ini, tampa meraka kami tidak bisa berbuat banyak.
Secerdas apapun kita, doa orangtua lebih dahsyat dari pada kecerdasan kita,
sekaya apapun kita, ridha orangtua lebih dahsyat daripada kekayaan kita. karena
berbakti mengundang rezeki, durhaka mengundang petaka.
Akhirnya kami diperjodohkan dengan seorang wanita asal Manado, Sulawesi Utara yang bernama Annisa Sabrina pada ikatan suci di Masjid Ar-Riyad. Usai shalat Zuhur saya baru di pertemukan dengan istri di antar oleh panitia.
Pada saat pertama ketemu subhanallah perasan dalam diri bercampur aduk tiada pasti cemas, galau dan masih banyak perasaan yang tak dapat di urai disini. Kemudian ku beranikan diri sesuai sunah nabi meletakkan tangan di kenig istri sambil berdoa:
“Allahumma Innii Asaluka min khoiriha wa khoiri ma jabaltaha. Wa audzu bika min syarri ma jabaltaha alaih—Wahai Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang engkau berikan kepadanya serta aku berlindung kepda-Mu dari pada keburukannya dan keburukan yang engkau berikan kepadanya.” Ketika tanggan ini telah sampai di kenig wanita yang pertama ku lihat terasa berat bahkan bergetar jari dan siku tangan untuk di gerakkan. Kami, orangtua dan menyaksikan terharu atas pertemuan ini terlihat dari butiran kristal yang mengalir dikelopak matanya.
Menikah itu menentramkan...Pacaran? Menggalaukan. Nikmat manakah yang kamu dustakan? seraya menmanjatkan syukur. Menariknya, syukur itu menyehatkan, bikin awet muda dan bikin panjang umur, enggan bersyukur? Dekat dengan kufur selalu bersyukur? Akan bernasib mujur.
Kami bersyukur atas karunia yang telah Allah berikan kepada kami. Semua biaya prosesi pernikahan dan transpot sekikitpun tampa merepotkan kedua orang tua termasuk perabotan rumah tangga. Karena bertemu dengan jodoh, itu rezeki, memiliki rumahtangga, itu pun rezeki. Keluarga, bukanlah beban. Justru keluargalah yang meringankan beban-beban kita.a
Kini kami telah dikarunia seorang putra pada 19 April 2014 yang kami beri nama Ahmeed Iffat Mudzakkir. Ketika sebagian orang pada saat mau persalinan istri dibawa pulang ke tempat orangtua ataupun mertua. Ada yang merasa takut, repot, belum punya pengalaman dan masih banyak lagi alasan klasik lainnya.
Bagi kami semuanya di jalani hanya berdua (suami istri) karena Allah di Jambi, Manado sama dengan Allah di Jakarta. Begitu juga dalam mendidik dan membesarkanya. Saya dan istri berkomitmen untuk tidak merepotkan orang tua, Karena begitu besar jasanya sehingga kami bisa seperti ini. Komitmen itu lebih keren daripada tampan dan tanggung jawab itu lebih mantap daripada mapan. Kepatuhan itu lebih berarti dari cantik dan kelemah lembutan itu yang paling menarik.
Disaat mendapat masalah genting kami berusaha untuk selalu menjadikan sabar sebagai 'penolong'. Seringkali ketika kita sabar dan ikhlas terhadap suatu masalah, solusi pun hadir seketika. Rezeki akan tercurah pada mereka yang mau berubah dan sungguh-sungguh melangkah. Memperbaiki diri akan membaikkan rezeki, nasib. biasanya sesuai kepantasan dirimu. Mau dapat yang baik? Yah, perbaiki dirimu.
Semoga Allah selalu mencurahkan ketentraman pada keluarga dan rumahtangga serta kita semua bisa menjadi anak yang berhasil membuat orangtuanya bangga & bahagia Aamiin...
Kisah Mendalam
Muh. Khumaini
Ingin ngobrol dengan saya? Follow aja di twitter:https://twitter.com/ronydarmawan3
0 komentar:
Posting Komentar