Siang itu…
Cuaca dataran Kota Manado sangatlah terik, sehingga cukup membuat aku dan adik-adikku yang lagi bersantai sambil melihat tayangan televisi di ruang keluarga menjadi gerah, walau dua kipas angin yang ku nyalakan untuk menghilangkan gerah yang di rasakan kala itu (berasa tinggal di padang pasir).
Tiba-tiba Umi datang dari luar membawa sebuah kantong plastik hitam, aku berharap umi membawa sesuatu yang dapat sedikit menghilangkan dahaga yang ku rasakan dari tadi. Sesuai harapan ternyata isi kantong plastik itu berisi es lilin yang di beli Umi di tetangga dekat rumah ku.
Lagi asyik-asyiknya menikmati es lilin, tiba-tiba terdengar bunyi hp berdering. Agak malas-malasan aku beranjak dari dudukku dan melangkah untuk mengambil hp di atas meja dan mengangkatnya. “Assalamu’alaikum” terdengar salam dari seberang.” Wa’alaikusalam ” jawabku. “ini Aba Lis, Umi mu mana ?? Aba mau ngomong” ujar suara dari seberang yang ternyata Aba. “ oh, iya ini Umi ada di sini “ ujarku seraya memberikan hpnya kepada Umi.
Setelah menerima telepon dari Aba yang kala itu sedang menjenguk teman beliau yang dirawat di rumah sakit , wajah Umi nampak senyum-senyum sambil melirik ke arahku. Aku yang merasa dilirik sama Umi langsung jadi salah tingkah dan bertanya-tanya ada apa gerangan ???
Semua itu terjawab setelah Aba pulang dari rumah sakit, ternyata ada teman lama Aba, Pak Kholil namanya meminta salah satu dari putri Aba untuk di jadikan menantunya. Namun Aba bingung belum jelas siapa salah satu dari anaknya yang di minta pak Kholil untuk jadi menantunya. Berharap bukan aku, karena waktu itu belum terlintas sedikit pun di benakku untuk segera menikah. Yang ada di benakku hanyalah ingin segera melanjutkan kuliah kebidanan di Jogja yang tinggal menyusun tugas akhir namun tertunda dan sempat cuti setahun karena kendala biaya.
Awalnya Aba dan Umi mengira yang di minta menjadi menantu teman Aba itu aku, karena aku anak pertama dan sudah lama keduanya mengharapkan aku untuk menikah. Namun perkiraan Aba dan Umi salah, ternyata yang dilamar itu adikku yang kedua, Shafa. Karena setelah di ketahui memang Shafalah yang di minta Farhat anak pak Kholil untuk jadi pasangannya, karena itu pak Kholil melamar adik ku untuk Farhat. Huff !!! aman ^_^
Enam minggu setelah mengiyakan lamaran. Tak ada sedikitpun rasa cemburu yang ku rasakan terhadap adikku yang akan segera menikah, aku malah seakan turut merasakan kebahagiaan yang ia rasakan.
Tawaran nikah.
“Shafa nikah kakak nikahkan juga ya Ndok “ ujar Aba dengan logat jawanya yang masih kental walau sudah bertahun-tahun tinggal di Manado. Aba dan Umi sangat ingin aku segera menikah, bareng di Balikpapan dengan Shafa yang beberapa waktu lalu sudah dilamar. Aku yang lagi menyapu teras rumah, langsung menghentikan sejenak aktifitasku menyapuku. “ Apa Aba ??? “ tanyaku memastikan aku tidak salah mendengar perkataan Aba tadi. “ Aba tadi ngomong, Aba ingin sekali menikahkan kamu nak, kamu mau ?? “ ujar Umi memperjelas perkataan Aba tadi. “ Hehehe… Aba sama Umi nie sukanya bercanda aja deh, nikah sama siapa ? orang mana? lagian Lisa masih pengen lanjutin kuliah Lisa yang tertunda kemarin Aba, Umi “ ujarku kepada keduanya. “ kalo soal sama siap nikahnya kakak tenang saja, yang jelas insya Allah orangnya shaleh dan. klo kakak siap nanti aba uruskan semuanya ikut pernikahan mubarokah di Balikpapan”. Ucap Aba meyakinkanku. Aku hanya membalas pernyataan Aba dengan senyuman tanpa ada kata sedikit pun yang keluar dari ke dua bibirku. Setiap kali Aba membicarakan tentang ingin menikahkan aku. Berkali-kali pula aku hanya diam. Aku memilih diam karena aku belum menginginkan menikah, karena beberapa alasan diantarnya adalah keinginan hati melanjutkan kuliahku yang sempat tertunda.
Ternyata diamku itu diartikan iya oleh Aba dan Umi. Mungkin Aba dan Umi mengambil kesimpulan bahwa diamnya seorang wanita adalah iya, padahal tidak dengan diamku, maka tanpa mendengarkan jawabanku dengan semangat empat lima Aba mengurus surat pindah nikahku di KUA. Melihat keduanya begitu bersemangat mengurus surat-surat ke KUA. Aku jadi tidak tega membuat keduanya kecewa
Istikharahku di Sepertiga malam.
Menikah dengan orang yang belum ku kenal sama sekali ?? perasaan cemas, deg-degan berbaur menjadi satu, siapa sih calon suami saya ? maukah dia mengizinkan aku untuk melanjutkan kuliahku nantinya ? jangan-jangan, jangan-jangan. Rasa itu tiba-tiba memberatkaku langkahku untuk maju ke jenjang selanjutnya. Namun sekali lagi aku tak ingin mengecewakan kedua orang tua ku yang sudah terlanjur bahagia karena mereka mengira aku mengiyakan tawaran mereka tempo hari.
Saat itu aku hanya bisa mengadukan masalahku kepada Allah dalam doa dan tabattul kepada-Nya, Bangun disepertiga malam (qiyamul lail) shalat tahajjud memasrahkan diri tawakkal illallah di saat sujud. Memperbanyak dzikir meningkatkan intensitas hubungan dengan-Nya, dengan memperbanyak ibadah nawafil dan tilawah al-qur’an, karena ini adalah ketaatan dan pendidikan Tauhid.
Doa terus aku panjatkan di setiap shalat dan ibadahku, memohon petunjuk agar diberikan jalan yang terbaik dari masalah yang sedang kuhadapi. Tak lupa pula aku selalalu memohon “Robbana hablana min ajwajina wadurriyatina qurrota a’yun, yaa Allah berilah saya jodoh yang akan menjadi penyejuk pandangan hati untuk menggapai ridho-mu. Jika memang menikah adalah yang terbaik buatku maka berikanlah seorang suami yang terbaik dari sisimu.
Pada akhirnya aku dapat kemantapan hati untuk menikah ke Balikpapan-Kalimantan Timur dengan adikku. Kurang dari 1 jam kami telah sampai di Balikpapan dari Manado. Pada saat di Pesantren aku diarahkan panitia ke tempat karantina. loh kok karantina bukan jenjang pernikahan ???. Iya karena dalam pernikahan mubarokah yang di adakan secara massal di Pondok Pesantren tempat aku menimba ilmu waktu Aliyah dulu, kami harus di karantina dulu. Selama di karantina kami di bekali ilmu dalam menjalani hidup berumah tangga. Nikah disini bukan nikah sembarangan, ada banyak tahapan dan bukan sembarang orang bisa ikut di dalamnya. Disini bisa di sebut “nikah perjuangan”
Menikahi orang yang dicintai adalah hal yang mudah, namun jika mencintai orang yang kita nikahi itu hal yang luar biasa dan hal ini menuntut saya untuk butuh perjuangan dalam menjalaninya. Dalam pernikahan mubarok ini kita akan belajar dalam menguatkan “syahadat” dalam hal ini takdir, riski, maut dan jodoh harus diyakini bahwa Allahlah yang memberi.
Kemantapan hati ini semakin bertambah ketika secara sengaja aku membaca surah An-Nur ayat 26 dengan tafsirnya, yang inti dari ayat ini adalah bahwa Allah telah menetapkan manusia dengan pasangannya masing-masing. “ Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk laki-laki yang baik pula”.
Masa Karantina
Masa karantina adalah masa dimana calon pengantin putri maupun putra merasa was-was karena tidak mengetahui siapa yang yang akan menjadi pendamping hidupnya. Sehingga diharapkan kepada calon mempelai betul-betul mempermantap doa kepada Allah agar di berikan jodoh yang baik.
Masa karantina ini dua pekan sebelum hari H. Dua pekan ini calon mempelai di pingit dan diberi pembekalan seputar pernikahan tak ketinggalan pula perawatan tubuh seperti layaknya calon pengantin pada umumnya
Singkat cerita, masa karantina tinggal dua hari lagi, itu pertanda tinggal dua hari lagi menuju hari H. Perasaan semakin bercampur aduk, dag-dig-dug semakin terasa di dada. Di tambah lagi karena pada hari itu dimana masa penandatangganan, di situ kami bisa melihat foto ukuran 3R, foto calon pendampingku. Sekaligus hanya mendapat identitas tentang calon pasangan. Saat penandatanganan sangking gugupnya aku, hanya bisa melihat nama dan tahun kelahiran calon suami yang ternyata usianya lebih tua enam tahun diatasku serta selembar foto yang akupun hanya dapat melihatnya sekilas saja, karena sungai kecil sudah mengalir di pelupuk mataku yang membuat mataku berkaca-kaca, entah karena haru atau apa sehingga aku tak dapat melihat dengan jelas sosok yang ada di lembaran foto itu.
Ijab Qabul
Prosesi ijab qabul dan walimatul ursy dengan peserta 49 pasang pengantin di adakan di dua tmpat yang berbeda, semua calon mempelai pria akad nikah di Masjid Ar-Riyadh. Sementara calon mempelai wanita dihalaman asrama putri bersampingan dengan Mesjid namun di batasi dengan pagar. Di halaman asrama putri di buat panggung yang cukup megah untuk calon mempelai wanita.
Momen sakral ijab qabul pun berlangsung dengan sangat khidmat dan penuh kebahagiaan pada tanggal 16 Juni 2013 pukul 09.30. Calon mempelai putri hanya bisa mendengar prosesi ijab qobul melalui suara yang keluar dari mikrofon. Dimulai dari calon mempelai pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, kemudian tiba giliran calon suamiku dan calon adik iparku mengucapkan shigat nikahnya. Suaranya terdengar lantang dan fasih mengucapkan lafal ijab qabul.
Setelah shalat dzuhur mempelai wanita di pertemukan dengan mempelai wanita di rumah warga yang ada di pondok, setiap pasangan menempati satu rumah untuk penerimaan mahar sekaligus pertemuan pertama dengan pasangan masing-masing.
Saat penerimaan mahar, masyaAllah ini pertama kalinya ada sosok pria yang memegang ubun-ubunku seraya mengucapkan doa sebelum menyerahkan mahar. Sosok pria yang jangankan mengenalnya, melihat sosoknya pun ini baru pertama kali. Sampai prosesi terima mahar selesai aku tetap menundukkan kepalaku, tak berani dan malu menatap ke arah sosok pria yang ada di hadapanku saat itu yang kini telah menjadi imamku.
Untuk menghilangkan rasa maluku aku mendekati Aba yang kala itu lagi asyik mengambil gambar penerimaan mahar, dan meninggalkan sosok yang sudah menjadi suamiku seorang diri. Melihat aku yang sengaja cuek dan menghindari suamiku, Aba dan Umi kemudian menegur dan menyuruhku untuk meladeni setumpuk pertanyaan darinya. Hari itu aku merasa seperti artis yang sedang di wawancarai oleh wartawan yang ingin tahu lebih detil tentang aku. Hehehe… Ge-Er ^_^
Dua pekan setelah pernikahan tidak ada hal menarik bagiku. Kata orang orang yang habis nikah bawaannya bahagia terus. Tidak dengan ku, bukan karena suamiku nggak baik atau nggak suka denganku. Tapi karena aku yang dari awalnya belum ada keinginan untuk menikah sehingga tanpa sadar aku masih beranggapan kalo aku masih single. Namun semua itu perlahan hilang dari diriku dengan kedewasaan suamiku yang tak ada lelahnya memaklumiku dan terus menyadarkanku kalau aku sudah punya suami dan mempunyai peran sebagai seorang istri. Perlahan-lahan aku belajar untuk mencintai suamiku, hingga akhirnya aku bisa mencintainya karena Allah. Serta merasakan indahnya pacaran setelah menikah serta pernikahan yang di Ridhoi Allah dan kedua orang tua. Kini aku sedang mengandung putra pertamaku. Semoga kelak menjadi putra-putri sholeh-solehah yang akan melanjutkan risalah kenabian demi izzahtul mu’minin.
Hikmah dapat saya petik dari kisah ini adalah;
1. Setiap ada masalah sebaiknya menumpahkan segala keluh kesah hanya kepada Allah semata yang dapat mengundang rahmat-Nya sehingga kita bisa menyelesaikan masalah tersebut. Bukan kepada manusia yang hanya mengundang simpati.
2. Jodoh adalah cermin diri kita. Jika ingin punya pasangan yang baik tentunya dari diri kita sendiripun harus baik. Serta senantiasa menjaga kehormatan terutama sebagai wanita“ Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji pula,sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk laki-laki yang baik pula”.
3. Ridho Allah ada pada ridho kedua orang tua. Jika orang tua meridhoi setiap langkah kita maka jalan yang rusak dapat kita lalui
4. Indahnya pacaran setelah menikah ^_~
Peserta Nikah Mubarokah 49 Pasang Di Balikpapan, Kalimantan Timur
Khansa & Muh. Khumaini
Cuaca dataran Kota Manado sangatlah terik, sehingga cukup membuat aku dan adik-adikku yang lagi bersantai sambil melihat tayangan televisi di ruang keluarga menjadi gerah, walau dua kipas angin yang ku nyalakan untuk menghilangkan gerah yang di rasakan kala itu (berasa tinggal di padang pasir).
Tiba-tiba Umi datang dari luar membawa sebuah kantong plastik hitam, aku berharap umi membawa sesuatu yang dapat sedikit menghilangkan dahaga yang ku rasakan dari tadi. Sesuai harapan ternyata isi kantong plastik itu berisi es lilin yang di beli Umi di tetangga dekat rumah ku.
Lagi asyik-asyiknya menikmati es lilin, tiba-tiba terdengar bunyi hp berdering. Agak malas-malasan aku beranjak dari dudukku dan melangkah untuk mengambil hp di atas meja dan mengangkatnya. “Assalamu’alaikum” terdengar salam dari seberang.” Wa’alaikusalam ” jawabku. “ini Aba Lis, Umi mu mana ?? Aba mau ngomong” ujar suara dari seberang yang ternyata Aba. “ oh, iya ini Umi ada di sini “ ujarku seraya memberikan hpnya kepada Umi.
Setelah menerima telepon dari Aba yang kala itu sedang menjenguk teman beliau yang dirawat di rumah sakit , wajah Umi nampak senyum-senyum sambil melirik ke arahku. Aku yang merasa dilirik sama Umi langsung jadi salah tingkah dan bertanya-tanya ada apa gerangan ???
Semua itu terjawab setelah Aba pulang dari rumah sakit, ternyata ada teman lama Aba, Pak Kholil namanya meminta salah satu dari putri Aba untuk di jadikan menantunya. Namun Aba bingung belum jelas siapa salah satu dari anaknya yang di minta pak Kholil untuk jadi menantunya. Berharap bukan aku, karena waktu itu belum terlintas sedikit pun di benakku untuk segera menikah. Yang ada di benakku hanyalah ingin segera melanjutkan kuliah kebidanan di Jogja yang tinggal menyusun tugas akhir namun tertunda dan sempat cuti setahun karena kendala biaya.
Awalnya Aba dan Umi mengira yang di minta menjadi menantu teman Aba itu aku, karena aku anak pertama dan sudah lama keduanya mengharapkan aku untuk menikah. Namun perkiraan Aba dan Umi salah, ternyata yang dilamar itu adikku yang kedua, Shafa. Karena setelah di ketahui memang Shafalah yang di minta Farhat anak pak Kholil untuk jadi pasangannya, karena itu pak Kholil melamar adik ku untuk Farhat. Huff !!! aman ^_^
Enam minggu setelah mengiyakan lamaran. Tak ada sedikitpun rasa cemburu yang ku rasakan terhadap adikku yang akan segera menikah, aku malah seakan turut merasakan kebahagiaan yang ia rasakan.
Tawaran nikah.
“Shafa nikah kakak nikahkan juga ya Ndok “ ujar Aba dengan logat jawanya yang masih kental walau sudah bertahun-tahun tinggal di Manado. Aba dan Umi sangat ingin aku segera menikah, bareng di Balikpapan dengan Shafa yang beberapa waktu lalu sudah dilamar. Aku yang lagi menyapu teras rumah, langsung menghentikan sejenak aktifitasku menyapuku. “ Apa Aba ??? “ tanyaku memastikan aku tidak salah mendengar perkataan Aba tadi. “ Aba tadi ngomong, Aba ingin sekali menikahkan kamu nak, kamu mau ?? “ ujar Umi memperjelas perkataan Aba tadi. “ Hehehe… Aba sama Umi nie sukanya bercanda aja deh, nikah sama siapa ? orang mana? lagian Lisa masih pengen lanjutin kuliah Lisa yang tertunda kemarin Aba, Umi “ ujarku kepada keduanya. “ kalo soal sama siap nikahnya kakak tenang saja, yang jelas insya Allah orangnya shaleh dan. klo kakak siap nanti aba uruskan semuanya ikut pernikahan mubarokah di Balikpapan”. Ucap Aba meyakinkanku. Aku hanya membalas pernyataan Aba dengan senyuman tanpa ada kata sedikit pun yang keluar dari ke dua bibirku. Setiap kali Aba membicarakan tentang ingin menikahkan aku. Berkali-kali pula aku hanya diam. Aku memilih diam karena aku belum menginginkan menikah, karena beberapa alasan diantarnya adalah keinginan hati melanjutkan kuliahku yang sempat tertunda.
Ternyata diamku itu diartikan iya oleh Aba dan Umi. Mungkin Aba dan Umi mengambil kesimpulan bahwa diamnya seorang wanita adalah iya, padahal tidak dengan diamku, maka tanpa mendengarkan jawabanku dengan semangat empat lima Aba mengurus surat pindah nikahku di KUA. Melihat keduanya begitu bersemangat mengurus surat-surat ke KUA. Aku jadi tidak tega membuat keduanya kecewa
Istikharahku di Sepertiga malam.
Menikah dengan orang yang belum ku kenal sama sekali ?? perasaan cemas, deg-degan berbaur menjadi satu, siapa sih calon suami saya ? maukah dia mengizinkan aku untuk melanjutkan kuliahku nantinya ? jangan-jangan, jangan-jangan. Rasa itu tiba-tiba memberatkaku langkahku untuk maju ke jenjang selanjutnya. Namun sekali lagi aku tak ingin mengecewakan kedua orang tua ku yang sudah terlanjur bahagia karena mereka mengira aku mengiyakan tawaran mereka tempo hari.
Saat itu aku hanya bisa mengadukan masalahku kepada Allah dalam doa dan tabattul kepada-Nya, Bangun disepertiga malam (qiyamul lail) shalat tahajjud memasrahkan diri tawakkal illallah di saat sujud. Memperbanyak dzikir meningkatkan intensitas hubungan dengan-Nya, dengan memperbanyak ibadah nawafil dan tilawah al-qur’an, karena ini adalah ketaatan dan pendidikan Tauhid.
Doa terus aku panjatkan di setiap shalat dan ibadahku, memohon petunjuk agar diberikan jalan yang terbaik dari masalah yang sedang kuhadapi. Tak lupa pula aku selalalu memohon “Robbana hablana min ajwajina wadurriyatina qurrota a’yun, yaa Allah berilah saya jodoh yang akan menjadi penyejuk pandangan hati untuk menggapai ridho-mu. Jika memang menikah adalah yang terbaik buatku maka berikanlah seorang suami yang terbaik dari sisimu.
Pada akhirnya aku dapat kemantapan hati untuk menikah ke Balikpapan-Kalimantan Timur dengan adikku. Kurang dari 1 jam kami telah sampai di Balikpapan dari Manado. Pada saat di Pesantren aku diarahkan panitia ke tempat karantina. loh kok karantina bukan jenjang pernikahan ???. Iya karena dalam pernikahan mubarokah yang di adakan secara massal di Pondok Pesantren tempat aku menimba ilmu waktu Aliyah dulu, kami harus di karantina dulu. Selama di karantina kami di bekali ilmu dalam menjalani hidup berumah tangga. Nikah disini bukan nikah sembarangan, ada banyak tahapan dan bukan sembarang orang bisa ikut di dalamnya. Disini bisa di sebut “nikah perjuangan”
Menikahi orang yang dicintai adalah hal yang mudah, namun jika mencintai orang yang kita nikahi itu hal yang luar biasa dan hal ini menuntut saya untuk butuh perjuangan dalam menjalaninya. Dalam pernikahan mubarok ini kita akan belajar dalam menguatkan “syahadat” dalam hal ini takdir, riski, maut dan jodoh harus diyakini bahwa Allahlah yang memberi.
Kemantapan hati ini semakin bertambah ketika secara sengaja aku membaca surah An-Nur ayat 26 dengan tafsirnya, yang inti dari ayat ini adalah bahwa Allah telah menetapkan manusia dengan pasangannya masing-masing. “ Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk laki-laki yang baik pula”.
Masa Karantina
Masa karantina adalah masa dimana calon pengantin putri maupun putra merasa was-was karena tidak mengetahui siapa yang yang akan menjadi pendamping hidupnya. Sehingga diharapkan kepada calon mempelai betul-betul mempermantap doa kepada Allah agar di berikan jodoh yang baik.
Masa karantina ini dua pekan sebelum hari H. Dua pekan ini calon mempelai di pingit dan diberi pembekalan seputar pernikahan tak ketinggalan pula perawatan tubuh seperti layaknya calon pengantin pada umumnya
Singkat cerita, masa karantina tinggal dua hari lagi, itu pertanda tinggal dua hari lagi menuju hari H. Perasaan semakin bercampur aduk, dag-dig-dug semakin terasa di dada. Di tambah lagi karena pada hari itu dimana masa penandatangganan, di situ kami bisa melihat foto ukuran 3R, foto calon pendampingku. Sekaligus hanya mendapat identitas tentang calon pasangan. Saat penandatanganan sangking gugupnya aku, hanya bisa melihat nama dan tahun kelahiran calon suami yang ternyata usianya lebih tua enam tahun diatasku serta selembar foto yang akupun hanya dapat melihatnya sekilas saja, karena sungai kecil sudah mengalir di pelupuk mataku yang membuat mataku berkaca-kaca, entah karena haru atau apa sehingga aku tak dapat melihat dengan jelas sosok yang ada di lembaran foto itu.
Ijab Qabul
Prosesi ijab qabul dan walimatul ursy dengan peserta 49 pasang pengantin di adakan di dua tmpat yang berbeda, semua calon mempelai pria akad nikah di Masjid Ar-Riyadh. Sementara calon mempelai wanita dihalaman asrama putri bersampingan dengan Mesjid namun di batasi dengan pagar. Di halaman asrama putri di buat panggung yang cukup megah untuk calon mempelai wanita.
Momen sakral ijab qabul pun berlangsung dengan sangat khidmat dan penuh kebahagiaan pada tanggal 16 Juni 2013 pukul 09.30. Calon mempelai putri hanya bisa mendengar prosesi ijab qobul melalui suara yang keluar dari mikrofon. Dimulai dari calon mempelai pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, kemudian tiba giliran calon suamiku dan calon adik iparku mengucapkan shigat nikahnya. Suaranya terdengar lantang dan fasih mengucapkan lafal ijab qabul.
Setelah shalat dzuhur mempelai wanita di pertemukan dengan mempelai wanita di rumah warga yang ada di pondok, setiap pasangan menempati satu rumah untuk penerimaan mahar sekaligus pertemuan pertama dengan pasangan masing-masing.
Saat penerimaan mahar, masyaAllah ini pertama kalinya ada sosok pria yang memegang ubun-ubunku seraya mengucapkan doa sebelum menyerahkan mahar. Sosok pria yang jangankan mengenalnya, melihat sosoknya pun ini baru pertama kali. Sampai prosesi terima mahar selesai aku tetap menundukkan kepalaku, tak berani dan malu menatap ke arah sosok pria yang ada di hadapanku saat itu yang kini telah menjadi imamku.
Untuk menghilangkan rasa maluku aku mendekati Aba yang kala itu lagi asyik mengambil gambar penerimaan mahar, dan meninggalkan sosok yang sudah menjadi suamiku seorang diri. Melihat aku yang sengaja cuek dan menghindari suamiku, Aba dan Umi kemudian menegur dan menyuruhku untuk meladeni setumpuk pertanyaan darinya. Hari itu aku merasa seperti artis yang sedang di wawancarai oleh wartawan yang ingin tahu lebih detil tentang aku. Hehehe… Ge-Er ^_^
Dua pekan setelah pernikahan tidak ada hal menarik bagiku. Kata orang orang yang habis nikah bawaannya bahagia terus. Tidak dengan ku, bukan karena suamiku nggak baik atau nggak suka denganku. Tapi karena aku yang dari awalnya belum ada keinginan untuk menikah sehingga tanpa sadar aku masih beranggapan kalo aku masih single. Namun semua itu perlahan hilang dari diriku dengan kedewasaan suamiku yang tak ada lelahnya memaklumiku dan terus menyadarkanku kalau aku sudah punya suami dan mempunyai peran sebagai seorang istri. Perlahan-lahan aku belajar untuk mencintai suamiku, hingga akhirnya aku bisa mencintainya karena Allah. Serta merasakan indahnya pacaran setelah menikah serta pernikahan yang di Ridhoi Allah dan kedua orang tua. Kini aku sedang mengandung putra pertamaku. Semoga kelak menjadi putra-putri sholeh-solehah yang akan melanjutkan risalah kenabian demi izzahtul mu’minin.
Hikmah dapat saya petik dari kisah ini adalah;
1. Setiap ada masalah sebaiknya menumpahkan segala keluh kesah hanya kepada Allah semata yang dapat mengundang rahmat-Nya sehingga kita bisa menyelesaikan masalah tersebut. Bukan kepada manusia yang hanya mengundang simpati.
2. Jodoh adalah cermin diri kita. Jika ingin punya pasangan yang baik tentunya dari diri kita sendiripun harus baik. Serta senantiasa menjaga kehormatan terutama sebagai wanita“ Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji pula,sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk laki-laki yang baik pula”.
3. Ridho Allah ada pada ridho kedua orang tua. Jika orang tua meridhoi setiap langkah kita maka jalan yang rusak dapat kita lalui
4. Indahnya pacaran setelah menikah ^_~
Peserta Nikah Mubarokah 49 Pasang Di Balikpapan, Kalimantan Timur
Khansa & Muh. Khumaini
0 komentar:
Posting Komentar